Fintech dan Industri Keuangan Tradisional: Kemitraan atau Persaingan?

Disrupsi teknologi digital semakin memainkan peranan penting di industri perbankan. Kehadiran fintech sebagai pemain baru di sektor layanan keuangan sukses mendapat respon positif dari masyarakat. Lalu seperti apa bentuk wajah industri perbankan di masa depan? Mungkinkah fintech dan industri keuangan tradisional berjalan bersamaan sebagai mitra bisnis untuk menciptakan inovasi layanan keuangan lebih canggih? Ataukah keduanya itu justru saling bersaing untuk merebut hati masyarakat? 

Hadirnya fintech mengubah skema industri keuangan tradisional. Fintech menawarkan teknologi inovatif yang mengubah pelayanan pelanggan lebih responsif dan menyesuaikan kebutuhan pelanggan. Fintech mendobrak model bisnis sistem layanan keuangan inovatif seperti teknologi pembayaran, alat investasi, dan pinjaman. Bisa dikatakan, kehadiran fintech menjembatani kesenjangan pelayanan yang kurang dari bank tradisional dan perubahan perilaku konsumen modern. 

Dibandingkan dengan industri keuangan tradisional, setidaknya fintech lebih unggul dari sisi mobilitas, aksesibilitas, dan kenyamanan bagi pelanggan.  Laporan AC Ventures dan Boston Consulting Group (BCG) menyebut, jumlah pemain fintech naik dari 51 pada 2011, menjadi 334 pada 2022. Pemain fintech yang awalnya didominasi segmen pembayaran kini menjadi ekosistem lebih besar. Dia merambah ke berbagai segmen mencakup tabungan, investasi, transfer, pembayaran, point of sale (POS), pinjaman, akuntansi, perbandingan, perencanaan keuangan, crowdfunding, dan cryptocurrency.

Kolaborasi hadirkan inovasi & pertumbuhan bisnis

Membandingkan industri keuangan tradisional dengan fintech bukan perkara mudah. Faktanya, masing – masing punya kekuatan dan kelemahannya sendiri. Hubungan antara bank dan fintech pun terlihat cukup kompleks dan beragam. Baik industri keuangan tradisional maupun fintech, keduanya berlomba untuk memperebutkan pasar, terutama kelompok yang belum tersentuh layanan keuangan (unbanked people)

Persaingan dalam bisnis pasti ada, dan itu menjadi sebuah kewajaran. Meski begitu, banyak pendapat ahli yang melihat adanya peluang atau potensi besar jika bank tradisional berkolaborasi dengan pemain baru seperti fintech. Bahkan semakin kesini, batas antara keuangan keuangan tradisional, bank digital, NEO bank, dan fintech menjadi semakin kabur. Bank tradisional berevolusi drastis dengan masuknya teknologi baru seperti Machine Learning, AI, dan analitik. Industri keuangan tradisional juga mengakuisisi fintech untuk mengupgrade layanan mereka. 

Agar tak tertinggal jauh, industri keuangan tradisional perlu mengikuti setiap tren teknologi terbaru di bidang yang terbilang sangat dinamis ini. Mereka perlu memikirkan strategi kemitraan bareng fintech untuk mendorong inovasi dan pertumbuhan bisnis. Apalagi, munculnya model bisnis baru dan pesaing hibrida yang sekarang ini sudah mengubah industri keuangan digital menjadi semakin kompetitif. Kecepatan, efisiensi, dan pengalaman pengguna menjadi kebutuhan utama konsumen digital. 

Agar tidak terjadi gesekan dengan harapan konsumen tadi, lembaga keuangan perlu mengintegrasikan teknologi ke dalam layanan mereka. Akan ada banyak kemungkinan yang mewarnai masa depan industri perbankan dan fintech di Indonesia. Seperti apa dan bagaimana kemungkinan itu nanti, keuangan tradisional (bank) dan fintech harus siap merespon. Sebagian bisnis mungkin berkembang, sementara yang lain masih berjuang untuk tetap bertahan. Hal inilah yang menciptakan peluang bagi fintech dan keuangan tradisional untuk bekerja sama dan cepat beradaptasi ke dunia digital baru. 

Scroll to Top
×

Whatsapp

×