Mengapa Lembaga keuangan Syariah harus bertransformasi digital

Transformasi digital sudah jadi konsumsi publik. Lalu, mengapa lembaga keuangan syariah juga perlu mengikutinya? Nah, sebelum menguraikan detail alasannya, Kita perlu sepakat bahwa lembaga keuangan syariah itu mencakup bank dan non bank. Lembaga keuangan syariah non bank jenisnya ada banyak. Diantaranya, asuransi syariah, pegadaian syariah, pasar modal syariah, dana pensiun syariah, usaha syariah, lembaga zakat, lembaga wakaf, koperasi syariah dan lembaga keuangan mikro syariah.

Ketidakstabilan ekonomi makro pasca pandemi Covid-19 menyebabkan kekhawatiran berbagai negara, termasuk Indonesia. Data dari Bloomberg dan Trading Economics menyebut, situasi pertumbuhan ekonomi dunia pada kuartal II tahun 2020 menyebabkan kontraksi di seluruh negara tengah sehingga berakibat pada resesi. 

Di tengah ancaman resesi global, lembaga keuangan syariah hadir untuk mendukung stabilitas keuangan. Para ahli menilai, perbankan syariah siap mendorong pemulihan ekonomi meski dalam kondisi menantang karena inflasi dan ketidakstabilan ekonomi global. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mendata, pangsa pasar atau market share perbankan syariah Indonesia per Agustus 2022 mencapai 7,03 persen. Pangsa pasar tadi terbagi dalam komposisi diantaranya 13 bank umum syariah, 20 unit usaha syariah, 166 bank pembiayaan rakyat syariah. 

Jika diperhatikan, faktor penghambat resesi keuangan syariah karena adanya kontribusi sektor keuangan sosial seperti zakat. Instrumen lain yang juga memberikan pengaruh positif berasal dari sektor pasar modal berupa sukuk yang mana salah satu inovasinya berupa cash wakaf link sukuk dan green sukuk.

Meskipun dinilai stabil, lembaga keuangan syariah perlu melakukan inovasi seiring dengan tren teknologi digital terbaru dan perubahan perilaku konsumen. Perbankan syariah juga berlomba untuk berinvestasi dalam pengembangan teknologi berbasis digital. Digitalisasi keuangan syariah harus bisa menjawab tantangan era digital, mulai dari sektor perbankan, pembayaran, investasi, pembiayaan, hingga asuransi syariah.  

Untuk memajukan ekonomi dan keuangan syariah, pemerintah telah menyiapkan ekosistem digital. Pemerintah terus memperluas sinergi dan kolaborasi lintas sektor dan pemangku kepentingan, mengingat ekosistem yang dikembangkan cukup kompleks. Mulai dari peran perbankan syariah, industri keuangan non-bank, pasar modal syariah, lembaga keuangan mikro syariah, hingga sektor keuangan sosial syariah. Dalam sebuah pertemuan wapres KH Ma’ruf Amin mengajak semua pelaku keuangan syariah agar tetap menerapkan prinsip syariah dalam usaha, mengutamakan pelayanan konsumen, meningkatkan kompetensi dan profesionalisme sumber daya manusianya.

Ma’ruf Amin menjabarkan peran digitalisasi dalam lembaga keuangan syariah. Beberapa diantaranya, menekan laju penurunan kinerja penjualan produk industri halal, mempercepat mekanisme audit online dalam pengajuan sertifikasi halal, mendorong peningkatan keuangan sosial syariah terutama dalam hal pembayaran ZISWAF (Zakat, Infak, Sedekah dan Wakaf) secara online oleh masyarakat. 
Melansir laman resmi pemerintah, peluang digitalisasi ekonomi dan keuangan syariah sejalan dengan mandat Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS). Yaitu, pertama, pengembangan industri halal dari hulu ke hilir dengan pemanfaatan big data, kecerdasan artifisial, maupun blockchain.  Kedua, pengembangan layanan keuangan digital sektor perbankan syariah, termasuk bank wakaf mikro, baitul maal wa tamwil, dan koperasi syariah. Ketiga, keuangan sosial syariah, terutama transformasi pengelolaan zakat dan wakaf uang dengan memanfaatkan teknologi digital. Keempat, peningkatan kolaborasi e-commerce/marketplace dengan pelaku usaha syariah dan pusat-pusat inkubasi syariah.

Scroll to Top
×

Whatsapp

×