Di tengah gejolak perekonomian global yang diperkirakan berlanjut hingga 2023 nanti, perekonomian Indonesia memperlihatkan prospek positif. Bank Indonesia memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2023 sebesar 4,5-5,3%, dan akan meningkat menjadi 4,7-5,5% pada 2024. Peningkatan tersebut karena didorong adanya konsumsi swasta, investasi, dan kinerja ekspor.
Sementara untuk inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) pada 2023 diproyeksikan kembali ke dalam sasaran 3,0±1%, dan 2,5±1% pada 2024. Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo, mengungkap bahwa sinergi dan inovasi menjadi kunci prospek kinerja ekonomi Indonesia pada 2023 nanti. Di tengah kondisi ekonomi global yang menyebabkan resesi di berbagai negara, Bank Indonesia telah menyiapkan lima arah strategi kebijakan pada 2023.
Perry menjelaskan bahwa kelima kebijakan tadi diarahkan untuk menghadapi berbagai tekanan global. Seperti perlambatan pertumbuhan ekonomi global akibat dampak tensi geopolitik dan peperangan, dan kebijakan suku bunga tinggi akibat inflasi mencuat. ”Bauran kebijakan Bank Indonesia pada 2023 akan terus diarahkan sebagai bagian dari bauran kebijakan nasional untuk memperkuat ketahanan, pemulihan, dan kebangkitan perekonomian Indonesia,” ungkap Perry melalui keterangan resmi yang dikutip dari portal berita online.
Kebijakan pertama yaitu mengarahkan kebijakan moneter fokus untuk mengendalikan rupiah dan inflasi (pro-stability). Dengan kata lain, kebijakan moneter ini mengutamakan stabilitas. Tujuannya untuk meredam tingkat inflasi di dalam negeri, hingga menstabilkan nilai tukar rupiah dari tekanan eksternal. BI secara konsisten akan melanjutkan respons kebijakan suku bunga melalui kalibrasi terukur (well-calibrated), perencanaan matang, dan komunikasi transparan untuk memastikan tercapainya sasaran inflasi inti lebih awal yaitu pada semester I 2023.
Sementara empat kebijakan BI lainnya, diarahkan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi atau mengakselerasi pemulihan ekonomi nasional (pro-growth). Keempat kebijakan BI yang dimaksud yaitu pertama ada kebijakan makroprudensial. Kebijakan makroprudensial dari bank sentral diyakini tetap longgar guna mendorong kredit dan pembiayaan perbankan pada sektor prioritas dan UMKM.
Kedua, kebijakan digitalisasi sistem pembayaran. Berdasarkan Blueprint Sistem Pembayaran Indonesia (BSPI) 2025, digitalisasi sistem pembayaran akan terus diperkuat. Langkah ini diambil untuk mengakselerasi integrasi ekonomi dan keuangan digital, kerja sama sistem pembayaran antarnegara, serta tahapan pengembangan digital rupiah.
Ketiga, kebijakan pendalaman pasar keuangan. Akselerasi pendalaman pasar uang dan pasar valas sejalan dengan Blueprint Pengembangan Pasar Uang (BPPU) 2025 yang ditujukan untuk memperkuat efektivitas operasi dan transmisi kebijakan. Pengembangan keuangan berkelanjutan 2023 di dalamnya termasuk pembangunan pasar uang yang modern dan berstandar internasional, dan pengembangan instrumen pembiayaan.
Terakhir, kebijakan ekonomi dan keuangan inklusif, termasuk ekonomi hijau. Program pengembangan ekonomi keuangan inklusif pada UMKM dan Syariah juga terus diperluas, termasuk dengan digitalisasi serta perluasan akses pasar domestik dan ekspor. Itulah tadi lima arah kebijakan yang sudah disiapkan oleh BI untuk menghadapi ketidakpastian ekonomi pada 2023 nanti.
Dengan lima strategi kebijakan tadi, Perry optimistis, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2023 akan bertengger di kisaran 4,5-5,3% dan tingkat inflasi yang kembali ke sasaran 3% plus minus 1%. Menurutnya, kebijakan pemerintah, BI, juga KSSK terbukti mampu mengawal ekonomi Indonesia terbebas dari krisis pandemi Covid-19. Dengan sinergi dan inovasi itulah Indonesia bisa meraih capaian stabilitas dan pertumbuhan yang semakin pulih.