Siapa disini yang senang ketika mendapat uang baru saat lebaran? Menjelang lebaran, biasanya orang berburu uang baru di kantor bank atau penjual jasa tukar uang yang ada di tepi jalan. Jadi sejak kapan tukar uang baru ini jadi kebiasaan mayoritas warga Indonesia menjelang lebaran? Apakah ada makna dibalik kebiasaan tadi. Artikel ini akan mengulas fenomena menarik seputar kebiasaan tukar uang baru menjelang Idul Fitri.

Sebelum ke fenomena tukar uang baru tadi, kita coba mundur ke belakang. Jauh sebelum dipergunakannya uang sebagai alat tukar resmi, masyarakat Indonesia mempraktekkan sistem pertukaran atau barter untuk memenuhi kehidupan sehari-hari. Nah, barter sendiri merupakan sistem penukaran secara langsung antara barang dengan barang atau barang dengan jasa. 

Seiring tingginya kebutuhan masyarakat dan beberapa kekurangan sistem barter, muncul uang sebagai alat tukar menukar dalam interaksi ekonomi. Dalam sistem ekonomi, uang memiliki empat fungsi. Diantaranya alat pertukaran (Medium of Exchange), unit penghitung (Unit of Account), penyimpan nilai (Store of Value), dan sebagai standar untuk pembayaran tertangguhkan.

Seiring perubahan zaman, uang bukan hanya dipandang sebagai alat pembayaran sah sebagaimana empat fungsi tadi. Hal ini ditunjukkan dengan munculnya fenomena jual beli dalam bentuk penukaran uang saat momen tertentu, seperti hari raya. Fenomena tukar uang baru menjelang Lebaran agaknya menjadi sudah menjadi tradisi bagi warga Indonesia pada momen lebaran. 

Fenomena tukar uang baru tak terlepas dari tradisi bagi-bagi bingkisan parcel atau uang Tunjangan Hari Raya (THR) baik dari perusahaan ke karyawan, atau dari pribadi ke sanak famili, menjelang hari raya. Jika parcel lebaran atau THR dibagikan sebelum hari raya, maka uang baru akan dibagi-bagikan ke famili atau tetangga saat unjung-unjung (berkunjung). Tak heran, tradisi unjung-unjung pas lebaran itu jadi momen favorit anak-anak, karena mereka bisa panen cuan alias amplop berisi uang baru tadi. 

Dari sisi bisnis, fenomena permintaan uang baru untuk bagi-bagi saat lebaran dinilai sebagai peluang. Tak heran, penyedia jasa penukaran uang semakin berkembang. Selain di kantor bank, masyarakat bisa melakukan penukaran uang baru di pedagang yang menawarkan penukaran sejumlah pecahan uang di pinggir jalan dengan kelebihan uang sebagai jasa dari penukaran uang tadi. 

Tradisi tukar uang baru menjadi fenomena menarik yang bisa dilihat dari dua sisi. Pertama, tentang adanya perdagangan uang. Fenomena tukar uang baru menjadi bisnis tahunan yang hadir menjelang hari raya. Hal ini juga menjadi suatu model bisnis yang timbul akibat dari perubahan zaman yang semakin berkembang. 

Pemerintah Indonesia terkadang mendukung fenomena tukar uang baru dengan mengeluarkan uang edisi khusus lebaran dalam jumlah lebih besar menjelang perayaan Idul Fitri. Ini dapat menciptakan permintaan baru untuk uang kertas. Selain itu, fenomena tukar uang baru memberi dampak positif pada bisnis perbankan dan perusahaan percetakan uang. Peningkatan permintaan uang baru dapat meningkatkan kegiatan ekonomi dalam sektor tersebut.

Sisi lain yang bisa kita lihat dari fenomena tukar uang baru menjelang Idul Fitri adalah fungsi sosial dari uang itu sendiri. Selain diperjualbelikan, uang juga dipakai sebagai bentuk kebutuhan sosial. Apalagi, secara alam bawah sadar warga Indonesia bahwa perayaan hari lebaran itu identik dengan sesuatu yang baru. 

Dari sisi filosofis, puasa Ramadhan selama sebulan penuh melahirkan ketenangan dan ketentraman hidup, karena jiwa telah kembali fitrah sebagaimana bayi yang baru terlahir. Sementara dari segi tampilan fisik, kebanyakan umat Islam merayakan momen lebaran dengan tampilan baru, mulai dari pakaian, style rambut bagi laki-laki, termasuk juga uang baru. 

Uang kemudian menjadi simbol yang memiliki makna sosiologis. Memberi hadiah uang baru kepada anak-anak, sanak keluarga, dan tetangga saat lebaran secara tidak langsung berarti ikut menyemarakkan suasana perayaan dan berbagi kebahagiaan kepada orang terdekat. Uang baru juga dianggap sebagai simbol kebersihan atau kesucian, sehingga memberikan kesan positif bahwa seseorang memulai Idul Fitri dengan pikiran dan hati yang bersih.

Meskipun fenomena tukar uang baru umum terjadi, beberapa pihak mengkritiknya karena dianggap sebagai bentuk konsumerisme berlebihan. Mereka berpendapat lebih penting fokus pada nilai-nilai spiritual dan kebersamaan dalam merayakan Idul Fitri daripada hanya memperhatikan aspek materi. Jadi, sebagai umat Muslim, perlu bagi kita untuk bertindak dengan sewajarnya, sehingga tidak kehilangan eksistensi dari makna hakiki dari perayaan Idul Fitri. 

0 Shares:
You May Also Like