Istilah inklusi keuangan (financial inclusion) mulai populer pasca adanya dampak krisis yang dialami oleh kelompok the bottom of the pyramid. Yaitu kelompok masyarakat yang berpendapatan rendah dan tidak teratur, tinggal di daerah terpencil, orang cacat, buruh tanpa identitas legal, dan masyarakat pinggiran. Mereka semua umumnya masuk kategori unbanked yang tercatat sangat tinggi di luar negara maju.
Sebagai bagian dalam industri perbankan nasional, perbankan syariah punya karakteristik khusus yang berpotensi besar dalam mewujudkan inklusifitas keuangan nasional. Atas dasar itu, perbankan dan industri keuangan syariah ditantang untuk memberikan perannya dalam percepatan program inklusi keuangan. Hal ini dikaitkan dengan hasil survei OJK pada 2016 lalu. Hasilnya menyebut, meski penduduk Indonesia didominasi oleh umat Muslim, namun faktanya tingkat literasi dan keuangan inklusif syariah masih tertinggal jauh.
Keuangan syariah dan kebijakan keuangan inklusif berpotensi untuk bersinergi. Keduanya memiliki kesamaan konsep. Tujuan keuangan inklusif adalah untuk meningkatkan kapabilitas masyarakat sehingga lebih sejahtera dan keluar dari garis kemiskinan. Dia menjadikan akses keuangan lebih mudah, murah, dan dibutuhkan oleh kelompok unbanked. Sementara prinsip syariah bertujuan untuk mensejahterakan masyarakat melalui prinsip partnership dan profit sharing.
Keuangan inklusif menjadi strategi pertumbuhan ekonomi nasional lewat distribusi pendapatan merata, penurunan tingkat kemiskinan, dan stabilitas sistem keuangan. Target keuangan inklusif sangat memperhatikan masyarakat miskin berpendapatan rendah, masyarakat miskin produktif, pekerja migran, dan masyarakat yang tinggal di pelosok. Beberapa riset menyebut, ada 3 poin yang perlu di highlight pada keuangan inklusif yaitu ases, kelompok masyarakat, dan sistem keuangan.
Belakangan berkembang pemikiran tentang inklusi keuangan yang berhubungan dengan sektor sosial Islam. Sistem zakat dan wakaf sekitar Rp 217 triliun atau setara dengan 3,4 persen PDB Indonesia berpotensi untuk mempercepat pembangunan ekonomi dan mendukung stabilitas keuangan. Melansir Deputi Komisioner Pengawas Perbankan OJK, Mulya E. Siregar, OJK memiliki beberapa sasaran arah pengembangan industri keuangan syariah, yaitu:
- Membuka akses masyarakat kurang mampu
- Menangkap potensi tumbuhnya kelas menengah melalui produk dan jasa keuangan yang variatif dan inovatif sesuai kebutuhan.
- Harus berkontribusi pada pembiayaan jangka panjang dan sektor prioritas pemerintah untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi.
Mayoritas penduduk Indonesia beragama Islam. Ini menjadi salah satu opportunity inklusi keuangan pada sektor keuangan syariah. Hasil riset bank dunia (2014) menyebut, akses keuangan masyarakat Indonesia ke lembaga keuangan formal dan non formal masih relatif rendah. Dengan begitu lembaga keuangan syariah punya potensi besar untuk membuat sistem keuangan Indonesia lebih inklusif, dan menciptakan impact sosial lebih besar. Mengutip dari laman resmi Bank Indonesia, berikut beberapa keuntungan atau manfaat inklusi keuangan bagi perekonomian negara.
- Menciptakan stabilitas sistem keuangan
- Ekonomi jadi lebih efisien
- Peningkatan Human Development Index (HDI) Indonesia
- Mengurangi kesenjangan (inequality) dan rigiditas low income trap sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat, sebaliknya tingkat kemiskinan makin turun
- Shadow banking atau irresponsible finance berkurang
- Berkontribusi positif terhadap pertumbuhan ekonomi lokal dan nasional yang sustain dan berkelanjutan
- Pendalaman pasar keuangan meningkat
- Terwujudnya pasar perbankan yang baru
Sementara dari sisi OJK, Inklusi keuangan punya tiga hal penting bagi perekonomian yaitu:
- Meningkatkan kesejahteraan masyarakat,
- Mendorong proses pemulihan ekonomi nasional, dan
- Mendukung daya tahan ekonomi masyarakat dalam kondisi apapun
Terakhir, dari sisi ekonomi dan keuangan syariah, Kementerian Keuangan juga terus mendorong inklusi keuangan syariah di Indonesia. Untuk mencapai target sustainable development goals (SDGs). Wakil Menteri Keuangan Mardiasmo mendorong kolaborasi keuangan syariah dengan impact investing. Menurutnya, memadukan potensi keuangan syariah dan impact investing bukan hanya semata untuk melipatgandakan keuntungan, namun bisa meningkatkan dampak sosial, lingkungan, dan keuangan melalui koordinasi, dan percepatan kemajuan menuju agenda SDGs 2030.