Pemikiran inilah yang melandasi sektor perbankan untuk memasukkan elemen sosial (social banking) dalam model bisnis mereka. Di lain sisi, belakangan konsumen juga mempertimbangkan faktor sosial dan lingkungan untuk menentukan produk atau layanan keuangan yang akan mereka pakai. Nah, artikel ini akan mengulas tentang social banking dalam industri perbankan, terutama bank syariah.
Perbankan sosial (social banking) gampangnya adalah model bisnis yang mempertemukan tujuan sosial dan bisnis. Jadi, social banking itu melaksanakan kegiatan bisnis untuk mencapai tujuan sosial. Biasanya, social banking menawarkan layanan keuangan lebih inklusif dan terjangkau bagi kelompok masyarakat yang kurang terlayani, seperti pengusaha mikro, petani, atau mereka yang tinggal di area terpencil.
Sama halnya bank konvensional, keberadaan bank syariah juga tidak kebal terhadap risiko cash flow buruk bahkan kredit macet. Hanya saja, bank syariah punya ‘beban moral’ lebih tinggi dibandingkan bank konvensional. Karena, selain dituntut tetap berkinerja maksimal, bank syariah diharapkan bisa menjadi agen redistribusi keadilan dan kesejahteraan.
Sayangnya, ada anggapan bahwa kinerja bank syariah belum mencapai tujuan utama dalam maqashid al-syariah, yaitu keadilan ekonomi bagi semua. Mehmet Asutay, Direktur Durham Centre for Islamic Economics and Finance menyebut dalam literatur ilmiah bahwa bank syariah mengalami kegagalan sosial. Menurutnya, bank syariah justru lebih banyak memfasilitasi atau melayani kelompok masyarakat mampu daripada kalangan kurang mampu.
Hasil riset yang melibatkan 12 sampel Bank Umum Syariah, 7 Unit Usaha Syariah, dan 7 BPRS syariah pada tahun 2015-206 menyebut, capaian kinerja sosial bank syariah belum seperti yang diharapkan. Malah, BPRS sebagai ujung tombak yang diharapkan bisa melayani masyarakat bawah justru paling lemah. Respons sosialnya pada tingkat paling bawah (reactive) ditunjukkan dengan postur strategi yang menolak tanggung jawab sosial.
Untuk menjawab tantangan sekaligus memenuhi maqashid al-syariah, Asutay menyarankan pembentukan entitas baru bank syariah yang disebut Islamic Social Banking. Kalangan ahli berpendapat, pembentukan ISB untuk meningkatkan kinerja sosial dari bank syariah memang terbilang baru. Sebelum itu, ada pandangan yang menyarankan agar bank syariah memaksimalkan kinerja sosialnya melalui corporate social responsibility (CSR). Pendapat lain menambah usulan agar CSR dikombinasikan dengan ZISWAF (Zakat, Infaq, Sedekah, dan Wakaf) agar semakin berdaya dan terasa dampaknya.
Secara teoritis, bank syariah dan social banking punya kemiripan. Social banking punya prinsip untuk menjalankan bisnis yang fokus pada profit juga mengakomodir kepentingan komunitas dan sosial (people) dan berwawasan kepada kelestarian alam (planet). Prinsip yang kita kenal dengan istilah triple bottom line tadi ternyata sejalan dengan maqashid al-syariah. Selain prinsip, social banking dan bank syariah juga punya kesamaan dalam prakteknya.
Contoh seperti yang dilakukan oleh Triodos Bank, salah satu SB yang beroperasi di enam negara Eropa. Ketika mengucurkan pembiayaan, Triodos mengecualikan proyek atau bisnis yang masuk kategori negatif seperti proyek yang terkait dengan energi nuklir, tembakau, industri senjata, pornografi, judi, dan minuman keras.
Secara general, social banking dan bank syariah punya kesamaan dalam hal memberikan layanan keuangan yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan, terutama mereka yang kurang mampu atau terpinggirkan. Berikut 5 kesamaan diantara keduanya selain yang sudah disebutkan pada paragraf sebelumnya:
- Punya sisi sosial
Baik social banking maupun bank syariah memiliki misi sosial untuk memberikan layanan keuangan yang berdampak positif bagi masyarakat. Social banking menekankan pada kesejahteraan sosial dan lingkungan, sementara bank syariah menekankan keadilan dan keberpihakan pada kelompok yang kurang mampu.
- Prinsip Keberlanjutan
Social banking dan bank syariah menerapkan prinsip keberlanjutan dalam operasi mereka. Social banking menempatkan lingkungan sebagai fokus utama dalam operasinya, sementara bank syariah mempromosikan prinsip keberlanjutan dalam berbagai aspek operasional mereka.
- Pemberian kredit
Keduanya menyalurkan bantuan kredit guna membantu masyarakat yang membutuhkan. Social banking memberikan kredit dengan syarat yang lebih mudah dan bunga yang lebih rendah bagi pelaku usaha kecil dan menengah serta kelompok masyarakat yang terpinggirkan. Bank syariah memberikan kredit dengan prinsip syariah yang melarang riba dan memastikan bahwa dana yang dipinjamkan digunakan untuk kegiatan yang halal dan bermanfaat bagi masyarakat.
- Partisipasi masyarakat
Social banking dan bank syariah mempromosikan partisipasi masyarakat dalam pengambilan keputusan operasional. Social banking mengajak masyarakat untuk berpartisipasi dalam menentukan prioritas layanan keuangan yang dibutuhkan, sementara bank syariah mengajak masyarakat untuk berpartisipasi dalam menentukan penggunaan dana zakat dan sedekah.
- Berorientasi pada nilai-nilai
Social banking dan bank syariah berorientasi pada nilai-nilai positif dan sesuai dengan ajaran agama. Social banking menerapkan prinsip-prinsip sosial dan lingkungan dalam operasinya, sementara bank syariah menerapkan prinsip-prinsip syariah yang melarang riba, spekulasi, dan praktek-praktek bisnis yang tidak bermanfaat bagi masyarakat.