Usaha bersama di bidang ekonomi yang menganut asas kekeluargaan itulah koperasi. Dia adalah organisasi ekonomi yang hadir untuk kepentingan bersama. Prinsip kegiatannya adalah gerakan ekonomi rakyat yang berdasarkan nilai kekeluargaan dan kegotongroyongan. Koperasi di Indonesia diperkenalkan pada 1986 oleh Patih R. Aria Wiria Atmaja. Tujuan koperasi berdiri adalah untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat Indonesia.
UU Nomor 25 Tahun 1992 Pasal 3 menyebut, tujuan koperasi adalah untuk mensejahterakan anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya, serta ikut membangun tatanan perekonomian nasional dalam rangka mewujudkan masyarakat yang maju, adil, dan makmur berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
Sejak awal berdiri, koperasi disebut sebagai soko guru perekonomian Indonesia. Dia berperan besar menjaga stabilitas ekonomi masyarakat. Terbukti, keberadaan koperasi mampu menjaga roda ekonomi masyarakat di saat terjadi krisis moneter. Sementara banyak bisnis yang gulung tikar karena dihantam krisis.
Koperasi kembali bertahan melewati badai pandemi Covid-19 dan menjadi salah satu penyangga pemulihan ekonomi. Data dari Menteri Koperasi dan UKM menyebut, jumlah koperasi sampai tahun 2021 sebanyak 127.845 dengan total anggota 27.100.372 orang. Nilai aset sebesar Rp250.982.322 dan volume usaha Rp182.352.358. Data tersebut memperlihatkan bahwa koperasi punya resistensi dan mampu beradaptasi di tengah pandemi.
Selain mampu mempertahankan prinsip secara konsisten, koperasi diharapkan juga mampu menciptakan model bisnis yang sejalan dengan perkembangan teknologi dan perubahan perilaku masyarakat. Seiring perubahan waktu, sistem koperasi semakin modern. Hal ini berdasarkan pada aspek pertumbuhan anggotanya, baik dari segi kualitas maupun kuantitas. Aspek lain diantaranya peningkatan aset, penambahan modal, transparansi serta akuntabilitas sistem, dan laporan keuangan secara online.
Menteri Koperasi dan UKM, Teten Masduki memproyeksi peningkatan kontribusi terhadap PDB per tahun mencapai 5,10%-5,50% pada 2024. Teten juga menargetkan 100 koperasi baru yang modern dan berbasis digital per tahun hingga mencapai 400 unit pada akhir 2024 sebagaimana Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2019-2024.
Kemenkop UKM menyebut, jumlah koperasi aktif pada tahun 2021 sebanyak 120.000 lebih. Sebanyak 906 atau 0,73% diantaranya sudah menerapkan sistem digital. Jumlah koperasi tadi diprediksi semakin bertambah. Ini sejalan dengan adanya UU No.11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang mempermudah syarat pembentukan koperasi. Kemudahan tersebut sejalan dengan misi utama pemerintah yang ingin menjadikan koperasi semakin modern, lebih maju secara organisasi, tata kelola teknologi, dan bisa mengikuti perkembangan zaman.
Tantangan koperasi ke depan berkaitan dengan ekonomi digital, yang mana ekonomi tidak lagi berupa transaksi konvensional, melainkan masuk ke dalam fitur canggih yang ada di ponsel pintar. Sehingga, penerapan teknologi finansial pada koperasi bukan lagi menjadi pilihan, melainkan keharusan. Dengan begitu, koperasi bisa menjadi salah satu pilihan masyarakat dalam bertransaksi sehari-hari sama halnya dengan e-commerce atau platform digital lain.
Pertanyaannya, bagaimana koperasi bisa mengakomodir tren teknologi digital? Esensinya teknologi digital dalam koperasi adalah penggabungan dunia cyber dan fisik. Artinya, teknologi tidak menggantikan peran manusia, namun mempermudah pekerjaan mereka. Jadi, manusia tetap menjadi pelaku utama, bukan teknologi. Sebagai pelaku utama, manusia harus tetap aktif menciptakan inovasi dari sisi produk, pelayanan, model bisnis, manajemen operasional dan lainnya guna memberikan apa yang dibutuhkan konsumen di era digital.
Dari sisi inovasi produk misalnya, koperasi harus bisa mengidentifikasi apa yang dibutuhkan oleh orang-orang di era disruptif ini. Agar bisa bersaing, koperasi perlu menjaga kualitas, tapi harga jualnya tetap di bawah harga pasaran. Jadi meski untung sedikit, tapi omset tinggi. Hal yang lebih penting, kesejahteraan anggota dan masyarakat umumnya semakin meningkat.
Selain inovasi, koperasi juga perlu melakukan kolaborasi dengan pihak lain untuk mempercepat scale up bisnis dan bisa menjangkau segmen pasar lebih luas. Misalnya, jika koperasi pondok pesantren se-Jawa Timur digabungkan, maka pertumbuhan ekonomi yang terjadi sangat cepat, karena jumlah anggota yang begitu besar. Contoh lain, koperasi bisa menggandeng perbankan dari sisi layanan keuangan, sehingga mereka bisa mengembangkan usaha dengan baik.