Apakah Fintech Itu Masuk Dalam Ekosistem Ekonomi Dan Keuangan Syariah?

Di artikel sebelumnya, kita sudah mengkategorisasikan lembaga keuangan syariah menjadi 2 jenis. Yaitu lembaga keuangan bank syariah dan lembaga keuangan syariah non-bank.

Di part akhir, ada pertanyaan soal fintech syariah. Termasuk kategori manakah fintech syariah dari kedua jenis lembaga keuangan syariah di Indonesia?

Seperti apa juga hubungan fintech syariah dengan ekosistem ekonomi dan keuangan syariah?

Sebagian pandangan menyebut, kehadiran pemain baru di industri ekonomi syariah bisa jadi ancaman tersendiri bagi perbankan syariah. Bagaimana tidak, melansir sumber berita di internet, bisnis fintech syariah mengalami pertumbuhan cukup signifikan, terutama saat masa pandemi Covid-19.

Fintech syariah hadir dengan berbagai inovasi layanan/produk keuangan berbasis teknologi digital baru yang jauh lebih fleksibel, cepat, terintegrasi, biaya lebih murah, dan adaptif terhadap perkembangan trend serta kebutuhan konsumen milenial.

Hingga Oktober 2021 lalu, fintech P2P Lending menyalurkan dana pinjaman ke masyarakat terdampak Covid-19 sebesar Rp 272,4 triliun.

Sementara total pinjaman yang diberikan kepada sektor produksi, khususnya UMKM, sebanyak Rp 67 triliun atau sekitar 53,63%. Padahal, laporan SNLIK OJK tahun 2019 menyebut total UMKM yang menggunakan layanan KUR perbankan hanya sebesar 4,11%, sementara untuk layanan kredit syariah hanya menyentuh 0,29%.

Sementara pandangan lain justru melihatnya sebagai peluang bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia. Mereka menilai, keberadaan fintech syariah tidak bisa terpisahkan dari ekosistem ekonomi syariah.

Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS) misalnya, yang menilai kehadiran fintech bisa menjadi kunci strategis dalam rencana pengembangan ekonomi syariah nasional. Ini seperti yang sudah dirumuskan dalam Masterplan Ekonomi Syariah 2019 – 2024 (MEKSI), yaitu menjadikan Indonesia sebagai pusat ekonomi syariah dunia. Oleh karena itu, Kita perlu adanya ekosistem ekonomi dan keuangan syariah, yang mana di dalamnya juga melibatkan peran fintech syariah.

Fintech syariah nantinya bisa masuk dalam ekosistem ekonomi dan keuangan syariah menuju berbagai titik, mulai komersil sampai yang sifatnya non-komersil. Melansir situs resmi KNES, fintech itu termasuk bagian dari ekosistem ekonomi dan keuangan syariah yang di dalamnya terdapat kelompok besar seperti perbankan syariah, pasar modal, industri keuangan non-bank. Ada juga kelompok keuangan sosial syariah, dan keuangan mikro syariah. Terakhir ada kelompok industri halal.

Bicara soal industri halal, Indonesia diprediksi akan jadi pusat produksi halal dunia. Ini berarti sektor industri halal punya potensi besar untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dunia. Selain fintech syariah, sektor industri halal juga mengalami perkembangan baik di masa pandemi. Data Global Islamic Economy 2020/2021 melaporkan, pengeluaran konsumen Muslim di sektor industri halal tahun 2019 nilainya mencapai US$2,02 triliun.

Sementara data dari Direktur Departemen Ekonomi dan Keuangan Syariah Bank Indonesia, Bambang Himawan, menyebut, pertumbuhan sektor industri halal (makanan, busana muslim, dan wisata halal) pada triwulan II/2021 mencapai 8,2%. Nilai tadi lebih tinggi dari pertumbuhan PDB nasional, yaitu sebesar 7,07%. Pertumbuhan juga terjadi pada sektor ekspor makanan halal Indonesia, yaitu sebesar 46% atau mencapai US$10,36 miliar.

Peran utama yang bisa dijalankan oleh fintech syariah mengutip pernyataan dari Direktur Bisnis dan Kewirausahaan KNEKS, Putu Rahwidhiyasa, adalah untuk membantu pelaku usaha, utamanya UMKM, dalam hal pembiayaan.

Peran lainnya adalah penguatan rantai industri halal (halal value chain) melalui infrastruktur teknologi yang kuat untuk mendapatkan input produksi, distribusi, dan penjualan. Karenanya, untuk persoalan keuangan, dan transaksi, akan melibatkan lembaga keuangan yang menganut nilai syariah, baik itu fintech maupun lembaga keuangan umumnya. Jika tujuan tadi tercapai, maka tujuan keuangan inklusif pun bisa terealisasikan.

Meski mengalami pertumbuhan baik, sektor perbankan syariah di Indonesia belum banyak yang memiliki teknologi memadai layaknya perbankan konvensional. Untuk mengejar ketertinggalan tadi, perbankan syariah perlu menghabiskan cukup banyak waktu, usaha, dan biaya. Sementara fintech syariah hadir memberikan inovasi model bisnis lebih modern dari sisi teknologi dan kemampuannya dalam mengakses secara luas kepada pasar.

Sehingga, jalan keluarnya adalah dengan melakukan kolaborasi strategis antara fintech syariah dengan perbankan syariah dan stakeholder lain guna memudahkan masyarakat dalam mengakses berbagai layanan keuangan. Jadi, perbankan syariah bisa memanfaatkan inovasi layanan digital yang dimiliki oleh fintech syariah. Industri perbankan di beberapa negara maju dan berkembang sudah melakukan kolaborasi dengan fintech. Mereka berkolaborasi menjangkau pasar yang sebelumnya belum tergarap untuk mencapai inklusi keuangan.

Contoh kolaborasi lain yang bisa Kita lihat dari perbankan syariah dengan fintech adalah berkaitan dengan fungsi sosial dalam bentuk pengelolaan lembaga baitul mal. Mereka bisa melakukan penghimpunan dana sosial dari zakat, infak, sedekah, hibah, dan dana sosial lain, lalu menyalurkanya kepada pihak pengelola zakat. Sebetulnya sebagian besar bank konvensional sudah lebih dulu melakukan kolaborasi dengan lembaga zakat dengan menyediakan fitur layanan pembayaran ZIS di aplikasi mobile. Ada juga bank yang berkolaborasi dengan penyedia payment gateway sebagai mitra eksklusif untuk penyaluran zakat mal.

Kita semua berharap, keuangan dan ekonomi syariah ke depan akan terus tumbuh sejalan dengan perubahan zaman. Hingga saat ini, pemerintah pun gencar melakukan kolaborasi lintas sektor bisnis, menggandeng para stakeholder untuk membangun ekosistem digital syariah. Alih-alih berpikir persaingan pasar antara perbankan dengan fintech atau lainnya, kolaborasi antar keduanya justru akan mempercepat pertumbuhan ekonomi nasional secara merata. Kita perlu penguatan strategi dan inovasi lewat kolaborasi yang saling mendukung sekaligus menguntungkan. Mulai aspek SDM, literasi, channel pembayaran, investasi, dan aspek keamanan data konsumen.

Scroll to Top
×

Whatsapp

×