Beli sekarang, bayarnya nanti! Milenial pasti sudah familiar dengan tagline alias jargon tadi. Perkembangan teknologi digital mengubah pola transaksi kita secara signifikan. Pay later jadi metode pembayaran digital yang paling banyak diminati, terutama di kalangan milenial. Lalu apakah sistem pembayaran pay later ini sesuai syariat Islam? Artikel ini akan mengulas tren pay later 2024 menurut pandangan Islam.
Ada yang berpendapat jika pay later hukumnya halal alias diperbolehkan. Ini karena pay later jika disandarkan kepada para ulama Syafi’i, maka dia termasuk dalam akad jualah yang secara harfiahnya berarti komisi atau hadiah. ‘Carikan aku pinjaman, maka setiap 100 kuberikan engkau 10 sebagai fee untukmu’. Dalam transaksi pay later, penyedia platform mencarikan pinjaman ke pihak ketiga, lalu dia mendapat pertambahan.
Secara spesifik, Majelis Ulama Indonesia (MUI) belum mengeluarkan fatwa mengenai fitur pay later. Namun, dalam Ijtima Ulama Tahun 2021, Komisi Fatwa MUI menetapkan bahwa segala pinjaman yang mengandung riba itu hukumnya haram. Ketua MUI bidang Fatwa, Prof. Dr. Asrorun Niam Sholeh menegaskan bahwa layanan pinjaman baik offline dan online yang ada unsur riba hukumnya haram meski dilakukan atas dasar kerelaan.
Sistem pembayaran pay later diatur dalam pasal 1 No.3 Peraturan (POJK) No: 77/POJK.1/2016 tentang layanan pinjam meminjam uang berbasis teknologi informasi. Di dalamnya juga membahas soal syarat dan ketentuan lain, seperti sanksi bagi user yang belum membayar tagihan sehingga mereka tidak bisa melakukan pembelian dengan fitur pay later. Selain akun e-commerce yang dibekukan, telat bayar juga mempengaruhi peringkat kredit user di Sistem Layanan Informasi Keuangan OJK, berikutnya melakukan penagihan lapangan.
Di sisi lain, Fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN) MUI Jawa Timur Nomor 04 tahun 2022 tentang transaksi digital menggunakan pay later menyebut, sistem pay later dengan akad utang piutang (qardh) yang ada ketentuan bunga maka hukumnya haram dan akadnya tidak sah.
Sebaliknya, jika di dalamnya tidak ada aturan bunga namun hanya administrasi rasional, maka hukumnya boleh. Sistem pay later menggunakan akad jual beli langsung ke penyedia pay later yang dibayarkan secara kredit, hukumnya juga boleh, meski dengan harga relatif mahal dibandingkan harga tunainya.
Fitur pay later hukumnya haram jika ada unsur tambahan atau ziyadah yang disyaratkan di muka. Biaya tambahan pada fitur pay later tidak termasuk riba jika dihitung sebagai jasa atau ijarah.
Islam memiliki beberapa pertimbangan khusus dalam menyikapi tren penggunaan pay later di masyarakat. Islam mengajarkan tentang kehati-hatian dalam mengelola keuangan dan menghindari praktik yang dapat mengakibatkan riba (bunga) atau menyebabkan individu terjerumus dalam hutang yang sulit dilunasi.
Islam membolehkan seseorang untuk berhutang dalam kondisi tertentu, seperti ada kebutuhan mendesak atau keadaan darurat. Namun, mengambil hutang seharusnya tidak menjadi kebiasaan yang merugikan. Konsep riba dianggap sebagai praktik yang melanggar prinsip-prinsip etika Islam, karena dapat menyebabkan eksploitasi dan ketidaksetaraan ekonomi.
Tingginya tren pay later di Indonesia mendorong organisasi dan perusahaan keuangan Islam mengakomodasi pay later dengan memberikan alternatif yang sesuai prinsip syariah. Pay later bisa menjadi solusi bagi Muslim yang mau tetap mengikuti tren keuangan tapi tetap mematuhi prinsip keadilan dan tidak terbebani oleh dosa riba.
Literasi keuangan dan ekonomi Islam dianggap menjadi kunci dalam mengadopsi tren transaksi pay later tanpa melanggar nilai agama. Masyarakat perlu memahami prinsip keuangan syariah dan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari, seperti fitur pay later untuk transaksi digital.