Penyaluran dana fintech lending tembus Rp 455 triliun

Beberapa tahun ini industri fintech pendanaan (lending) di Indonesia telah mengalami pertumbuhan signifikan. Hal ini bisa dilihat dari beberapa indikator seperti total pinjaman yang diberikan oleh fintech lending, jumlah nasabah, dan berapa banyak startup fintech lending yang beroperasi di Indonesia.Indonesia Fintech Society (IFSOC) menyebut, kolaborasi penyaluran dana perbankan melalui fintech lending mengalami pertumbuhan dan mendominasi selama 2022.  

Peningkatan tersebut terlihat dari proporsi outstanding pinjaman fintech lending kategori lender perbankan dalam negeri mencapai kontribusi tertinggi 46% pada Oktober 2022. Peningkatan penyaluran fintech lending mencapai Rp18,7 triliun pada Oktober 2022. Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama (AFPI) juga mengakui adanya kinerja positif dari fintech lending (P2P). Hingga September 2022, industri fintech lending mencatatkan agregat penyaluran pendanaan mencapai Rp 455 triliun. Nilai pendanaan tadi disalurkan oleh 960.396 pemberi pinjaman kepada 90,21 juta penerima pinjaman. 

Data diatas sekaligus memperlihatkan bahwa industri fintech lending hadir untuk memberikan kemudahan akses finansial kepada masyarakat Indonesia, utamanya mereka yang termasuk kategori unbanked dan underbanked. Layanan keuangan digital diharapkan bisa mendorong akselerasi pemulihan ekonomi pasca pandemi. Faktanya, keberadaan P2P lending juga turut membantu program pemerintah dalam pemerataan inklusi keuangan nasional.  

Di satu sisi, penyaluran pendanaan fintech lending mengalami pertumbuhan. Sementara di sisi lain, keberadaan pinjaman online ilegal mengalami penurunan signifikan. Penurunan pinjaman online ilegal dapat disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya:

  1. Penerapan regulasi yang lebih ketat: Pemerintah seringkali mengeluarkan peraturan baru bagi layanan pinjol, seperti persyaratan lisensi dan pengungkapan informasi yang harus dipenuhi oleh perusahaan pinjaman online. Bagi perusahaan yang tidak memenuhi persyaratan akan dikenakan sanksi.
  2. Peningkatan kesadaran masyarakat akan risiko pinjaman online ilegal. Mereka lebih berhati-hati dalam meminjam uang dari perusahaan yang tidak terdaftar atau tidak punya lisensi.
  3. Tindakan pengawasan dari pihak berwenang: Pihak berwenang, seperti otoritas keuangan dan polisi, sering mengambil tindakan untuk menghentikan kegiatan pinjaman online ilegal dengan cara melakukan pemeriksaan, penyidikan dan penggerebekan terhadap perusahaan yang melakukan kegiatan ilegal.

Pertumbuhan fintech lending yang sah juga menjadi faktor yang menyebabkan pinjol ilegal menurun. Keberadaan fintech lending menawarkan alternatif pinjaman online yang aman dan terjamin, sehingga masyarakat akan lebih cenderung untuk meminjam dari perusahaan yang sah daripada yang ilegal.

Beberapa faktor yang menyebabkan menjamurnya fintech lending di Indonesia diantaranya karena kemudahan akses internet. Faktor kedua, munculnya tren fintech lending yang menawarkan model bisnis menarik. Ketiga, masyarakat semakin mudah dalam mengakses layanan keuangan formal. Terakhir, keberadaan fintech lending juga tidak terlepas dari tingginya tingkat pengangguran serta sulitnya menerima pinjaman bank konvensional untuk modal usaha. Akibatnya, masyarakat cenderung mencari alternatif pinjaman dari perusahaan fintech lending yang memberikan pinjaman dengan proses lebih mudah, cepat, dan terjangkau. 

Meski begitu, pengembangan fintech lending masih terkendala beberapa persoalan. Seperti masalah regulasi yang belum sepenuhnya teratur dan perlindungan konsumen yang belum sepenuhnya terjamin. Berikut deretan persoalan yang sering dihadapi dalam pengembangan fintech lending di Indonesia:

  1. Risiko kredit: Fintech lending seringkali mengandalkan teknologi untuk menilai risiko kredit pelanggan, namun masih ada risiko kredit yang tidak dapat diantisipasi.
  2. Regulasi: Fintech lending harus memenuhi persyaratan regulasi yang berlaku di negara atau wilayah tertentu, yang dapat menjadi tantangan dalam pengembangan global.
  3. Teknologi: Fintech lending harus terus meningkatkan teknologi yang digunakan untuk meningkatkan efisiensi dan mengurangi risiko serta biaya operasional.
  4. Data privasi: Fintech lending harus memenuhi persyaratan privasi data yang berlaku, untuk melindungi data pelanggan.
  5. Pendanaan: Fintech lending harus menemukan sumber pendanaan yang cukup untuk membiayai operasional dan pertumbuhan bisnis.
  6. Kompetisi: Fintech lending harus bersaing dengan perusahaan perbankan tradisional dan fintech lain yang beroperasi di bidang yang sama.

Mengingat signifikansi industri fintech Tanah Air, pemerintah bersama Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Bank Indonesia (BI) serta asosiasi dan pelaku industri kembali memperkuat sinergi. Untuk mendorong perkembangan sektor keuangan digital, selama tahun 2022, telah diterbitkan dua peraturan UU PPSK dan POJK 22/2022. Peraturan tersebut diharapkan mempermudah inovasi melalui pemanfaatan teknologi dan kolaborasi dengan penyertaan modal bank terhadap fintech. 

Scroll to Top
×

Whatsapp

×