Koperasi Syariah Di Tempatmu Lagi Stagnan? Pasti Ini Penyebabnya!

Kondisi Koperasi Syariah di Indonesia

Hidup segan mati pun tak mau.

Mungkin pepatah tadi cukup menggambarkan kondisi koperasi pada umumnya, setidaknya lima tahun belakangan.

Nama koperasi terdengar asing khususnya di kalangan milenial dan generasi berikutnya. Belum lagi, lembaga koperasi tersisa kondisinya sangat pasif alias stagnan.

Hal sama juga terjadi pada koperasi syariah. Sebagian sudah beradaptasi dan mengadopsi teknologi baru sejalan pergantian trend, namun tak sedikit yang stagnan karena mempertahankan cara lama. 

Bicara soal koperasi syariah, biasanya dia berkembang jadi lembaga keuangan mikro berbasis syariah. Bentuknya bisa berupa koperasi jasa keuangan syariah (KJKS), dan koperasi simpan pinjam syariah (KSPS) atau biasa dikenal dengan nama Baitul Mal Wat Tamwil (BMT). Prakteknya, koperasi BMT menghadapi berbagai kendala seperti rendahnya tingkat kepercayaan masyarakat, keterbatasan cangkupan pasar, dan kesan negatif dari koperasi BMT. 

Jika kita perhatikan, ada beberapa faktor yang menjadi penyebab koperasi syariah sulit berkembang alias masih jalan di tempat. Faktor penyebab tadi bisa dari sisi internal koperasi syariah itu sendiri, dan juga eksternal, seperti perubahan trend atau disrupsi teknologi. Apa saja dan bagaimana faktor tadi bisa menyebabkan koperasi syariah stagnan, berikut penjelasannya. 

1. Administrasi Koperasi masih konvensional, kurang profesional

Fakta menyebutkan, sistem koperasi syariah di Indonesia terbilang buruk. Faktor internal yang menghambat pengembangan bisnis koperasi ke skala lebih besar salah satunya karena manajemen administrasi belum tertata dengan baik. Persoalan internal lain seperti kualitas sumber daya manusia pengelola koperasi. Ada juga penyelewengan prinsip koperasi yang tidak berjalan semestinya, atau bahkan baik pengurus maupun anggota tidak paham betul aturan main yang dipakai dalam koperasi syariah.  

2. Model bisnis pasif, kurang berkembang

Sebenarnya, total koperasi di Indonesia sebanyak 212.135 unit, dan ini merupakan jumlah terbesar di dunia. Sayangnya, nilai Produk Domestik Brutonya kecil, hanya 1,7% . Data dari Kementerian Koperasi dan UMKM menyebut ada 62 ribu koperasi yang dibekukan karena statusnya tidak aktif. Fakta di lapangan menunjukkan, banyaknya koperasi yang bangkrut disebabkan karena kurangnya transparansi dalam pengelolaan, struktur organisasi tidak sehat, monopoli kebijakan, dan cenderung money oriented

Jika ditanya soal koperasi, sebagian besar dari kita pasti berpikir soal simpan pinjam. Ya, itulah image yang masih melekat di benak masyarakat soal koperasi. Padahal, koperasi negara lain bergerak ke semua sektor produktif, termasuk pengembangan layanan publik berbasis koperasi. Melansir situs berita online, Ketua Asosiasi Kader Sosio-Ekonomi Strategis (AKSES), Suroto menginformasikan bahwa koperasi di Singapura, namanya NTUC (National Trade Union Congress), mengelola ratusan toko, supermarket, dan outlet yang tersebar di berbagai pelosok Singapura. Dia menguasai pangsa pasar sebesar 64% yang itu dimiliki oleh 800 ribu warga Singapura. 

Kesuksesan NTUC menjadi bukti bahwa bisnis koperasi punya peluang untuk berkembang ke level lebih tinggi. Untuk meraih itu, koperasi syariah juga perlu mendesain ulang model bisnisnya agar lebih modern, konsep menarik sehingga bisa jadi acuan dalam menerapkan prinsip ekonomi secara syariah, dan mengarah ke ekonomi digital. Jika tidak, koperasi syariah akan semakin terpuruk karena tak punya nilai lebih untuk para anggotanya. 

3. Kurang diminati kawula muda

Lagi, koperasi yang selama ini ada di benak kebanyakan orang itu identik dengan kelompok orang berusia diatas 40 tahun. Padahal, jika membandingkan dengan data sensus penduduk, jumlah populasi orang tersebut mulai berkurang. Data Sensus Penduduk 2020 menyebut, populasi terbanyak di Indonesia didominasi oleh Generasi Z, sebanyak 27,94%. Berikutnya disusul oleh kelompok milenial usia produktif sebesar 25,87%. Sementara untuk populasi Generasi X nilainya 21,88%. 

Perlu ada regenerasi untuk meneruskan tongkat estafet prinsip ekonomi secara syariah melalui lembaga koperasi. Melihat begitu besar potensi dari kelompok milenial, koperasi syariah mestinya menggandeng mereka agar lebih lincah membawa bisnis koperasi jauh berkembang sejalan perubahan zaman. Tentu bukan asal mengakuisisi anak muda, tapi mereka yang betul-betul punya potensi dan kemauan kuat lah yang terlibat dalam pengelolaan koperasi. 


Balik lagi, koperasi syariah perlu berbenah diri, melakukan revitalisasi besar-besaran agar dilirik oleh kalangan anak muda. Hal mendasar dimulai dari transformasi mindset. Wajah koperasi syariah mendatang perlu diisi oleh kawula muda yang punya mindset lebih agile, produktif, dan tech savvy alias melek digital. Perlu diingat, transformasi koperasi digital bukan sebatas menggunakan software aplikasi, tapi juga model bisnis, manajemen, dan pelayanan terhadap pelanggan. Hal yang gak kalah penting juga, transformasi koperasi digital bisa menciptakan pengelolaan koperasi berbasis syariah yang akuntabel, berkualitas, dan punya nilai kebermanfaatan. Dia juga ikut serta dalam pengembangan sumber daya manusia berbasis etika dan spiritual.

Comments are closed.

Scroll to Top
×

Whatsapp

×